Apakah lubang hitam itu?
Setiap objek yang punya massa di alam semesta akan punya sebuah besaran bernama kecepatan lepas (escape velocity).
Kecepatan lepas adalah kecepatan sebuah objek agar bisa lolos dari
tarikan gravitasi sebuah objek. Sebagai contoh, kecepatan lepas dari
permukaan Bumi adalah sekitar 40.000 km/jam. Artinya, apabila kita ingin
lolos dari tarikan gravitasi Bumi, maka dari permukaan tanah kita harus
mampu meloncat dengan kecepatan sebesar 40.000 km/jam.
Bagaimana apabila kecepatan lepas sebuah objek mencapai atau bahkan
melebihi kecepatan cahaya? Objek seperti inilah yang kita namakan lubang
hitam. Medan gravitasi objek seperti ini sangat ekstrim sehingga untuk
bisa lepas dari tarikan gravitasinya kita membutuhkan kecepatan cahaya
atau bahkan lebih besar dari kecepatan cahaya untuk bisa keluar dari
sana. Karena tidak ada objek yang dapat bergerak melebihi kecepatan
cahaya, maka praktis tidak ada partikel apapun yang bisa lolos dari
lubang hitam kalau sudah memasuki jarak tertentu dari lubang hitam.
Andaikan kita punya objek dengan massa M, maka kita bisa menghitung
jari-jari sebuah bola yang mengungkung massa M tersebut, agar objek
tersebut menjadi lubang hitam. Jari-jari ini kita namakan Radius
Schwarzschild (yap, cobalah mengucapkan nama ini dalam percobaan
pertama), dinamakan menurut fisikawan asal Jerman, Karl Schwarzschild.
Dengan demikian, kita juga dapat mendefinisikan lubang hitam sebagai
sebuah objek bermassa M yang seluruh massa objek tersebut berada di
dalam radius Schwarzschild-nya.
Berapa radius Schwarzschild Bumi, apabila kita ingin mengubah Bumi
menjadi sebuah lubang hitam? Kita dapat menghitung bahwa seluruh massa
Bumi (Massa Bumi = 5.97 x 1024 kg) harus dipadatkan menjadi
bola dengan jari-jari 9 milimeter saja. Ini adalah jari-jari yang hanya
sebesar kelereng. Kecil sekali, namun mengandung seluruh massa Bumi.
Apabila misalnya kita ingin menjadikan Matahari sebuah lubang hitam, maka seluruh massa Matahari (Massa Matahari = 2 x 1030
kg) harus dipadatkan ke dalam bola dengan jari-jari 3 kilometer saja.
Bola dengan garis tengah 6 kilometer ini, apabila titik pusatnya kita
tempatkan di tengah-tengah Lapangan Monas di Jakarta, maka akan mencakup
daerah dari Jalan Mangga Besar hingga Taman Suropati. Tidak terlalu
besar, namun di dalamnya seluruh massa Matahari. Bayangkan.
Bila kita berada di dekat lubang hitam
Apa yang terjadi apabila sebuah objek berada di sekitar sebuah lubang
hitam? Jawabannya adalah: tergantung pada jarak objek tersebut dari
lubang hitam. Kita mengamati adanya bintang-bintang yang mengorbit
lubang hitam supermasif yang berada di pusat Galaksi kita, dan kita
mengamati pula banyak sistem ganda di mana satu pasangannya adalah
sebuah lubang hitam dan yang satu lagi adalah bintang normal. Orbit
objek-objek ini stabil meskipun mereka mengorbit lubang hitam. Artinya,
apabila kita berada pada jarak yang aman maka kita dapat mengorbit
sebuah lubang hitam sebagaimana kita mengorbit objek-objek normal
lainnya. Jarak aman di mana kita masih dapat mengorbit lubang hitam
dalam orbit berbentuk lingkaran adalah 1.5 kali radius Schwarzschild
lubang hitam tersebut. Namun, apabila kita berada pada jarak yang sangat
dekat dari lubang hitam tersebut, maka kita akan bergerak dalam orbit
berbentuk spiral mendekati lubang hitam tersebut, hingga kita mencapai
radius Schwarzschild lubang hitam tersebut. Radius Schwarzschild sering
disebut juga sebagai “batasan di mana tidak ada jalan untuk kembali”
karena pada radius ini, kecepatan lepas akan sama dengan kecepatan
cahaya sehingga semua yang masuk akan terperangkap. Batasan tersebut
disebut juga sebagai horison peristiwa (atau event horizon dalam Bahasa Inggris) yang berada pada permukaan bola yang jari-jarinya sama dengan radius Schwarzschild.
Dengan demikian Matahari dan Bumi kita tidak akan terpengaruh sama
sekali dengan keberadaan lubang supermasif di pusat Galaksi kita.
Apabila seandainya Matahari tiba-tiba berubah menjadi lubang hitam tanpa
ada perubahan massa (Matahari tidak akan bisa menjadi lubang hitam
karena massa Matahari masih terlalu kecil. Dalam proses evolusinya
Matahari akan berubah menjadi bintang katai putih), apa yang akan
terjadi pada orbit Bumi? Jawabannya: Orbit Bumi tidak akan berubah sama
sekali karena massa Matahari tidak berubah. Kita aan tetap melenggang
kangkung mengorbit Matahari. Memang suasana akan lebih gelap karena
sinar Matahari sudah tidak ada lagi tapi paling tidak kita masih
mengorbit Matahari.
Mendekati horison peristiwa
Apabila seorang astronot dikirim dari kapsulnya untuk mendekati horison peristiwa (event horizon)
yang melingkupi sebuah lubang hitam, maka ia akan mulai dipercepat
bergerak menuju ke arah horison peristiwa tersebut. Semakin mendekati
horison peristiwa, semakin kecil kemungkinan ia dapat lolos dari lubang
hitam. Saat ketika ia memasuki horison peristiwa adalah saat ketika ia
tidak dapat lagi kembali. Ada dua efek yang terjadi pada kita dalam
perjalanan menuju horison peristiwa ini. Efek pertama adalah terjadinya
perubahan jalannya waktu yang dialami si astronot dengan kapsul induknya
yang berada jauh dari lubang hitam.
Andaikan si astronot kita bekali
lampu senter dan kita suruh ia menyinari kapsul induknya dengan seberkas
sinar lampu senter setiap satu detik sekali. Kita lalu mengamati dengan
aman dari kapsul kita. Semakin si astronot mendekati horison peristiwa,
kita mengamati bahwa jeda waktu kita menerima berkas sinar semakin lama
dari satu detik, padahal astronot kita terus-menerus menyorotkan sinar
lampu setiap satu detik sekali. Sinar lampu senter juga semakin lama
semakin kemerahan dan meredup. Pada akhirnya kita tak lagi dapat
mengamati berkas sinar dari astronot tersebut. Hal ini karena medan
gravitasi yang dilewati astronot kita semakin kuat dan oleh karena itu
mendistorsikan kurva ruang-waktu. Distorsi ruang-waktu pada daerah di
sekitar horison peristiwa akan membuat jalannya waktu yang diamati si
astronot akan berbeda dengan yang kita amati. Ketika sudah mencapai
horison peristiwa, seberkas sinar yang dipancarkan dari titik itu akan
membutuh waktu tak hingga untuk mencapai kita, dan oleh karena itu tak
lagi dapat kita amati. Namun, bagi si astronot waktu akan tetap berjalan
seperti biasa…
Efek kedua yang akan dialami si astronot malang kita terjadi karena
gaya gravitasi yang mempengaruhi demikian kuatnya, sehingga gaya
gravitasi yang ia alami di kaki akan jauh lebih besar daripada yang
dialami kepalanya. Akibatnya tubuh si astronot akan memanjang akibat
efek ini dan semakin mendekati lubang hitam, efek ini akan semakin
menguat hingga akhirnya… yah astronot malang kita akan terobek oleh
gravitasi yang demikian hebatnya. Di mana persisnya proses
“spagetifikasi” (atau biasa juga disebut efek bakmi) ini bergantung pada
massa dari lubang hitam itu sendiri. Pada lubang hitam supermasif, kita
dapat memasuki horison peristiwa tanpa mengalami proses spagetifikasi
dan akan mengalaminya kemudian saat sudah berada di dalam horison
peristiwa. Pada lubang hitam yang lebih kecil, efek bakmi sudah terasa
bahkan sebelum kita memasuki horison peristiwa.
Begitu kita masuk ke dalam horison peristiwa, materi penyusun tubuh
kita akan menyatu dengan seluruh massa lubang hitam. Dengan demikian,
objek apapun yang masuk ke dalam horison peristiwa akan menyatu dengan
lubang hitam dan demikian massanya total lubang hitam tersebut akan
bertambah.
Singularitas
Di pusat setiap lubang hitam terdapat titik yang dinamakan titik
singularitas, yaitu titik di mana kepadatan massa dan kurvatur
ruang-waktu bernilai tak hingga. Pada titik ini hukum-hukum fisika yang
kita ketahui tidak lagi bekerja. Pada titik singularitas terjadi
penyatuan gaya-gaya fundamental di alam semesta. Karena kita tidak
mengetahui seperti apa bentuk perpaduan tersebut, maka kita tak dapat
menjelaskan apa yang terjadi pada titik singularitas lubang hitam.
Bila kita sudah dapat menjelaskan bagaimana cara bekerjanya gravitasi
pada skala subatomik, yaitu teori yang dinamakan teori gravitasi
kuantum, maka diharapkan kita akan dapat menjelaskan apa yang terjadi
pada titik singularitas.
Pembentukan lubang hitam
Bagaimana lubang hitam bisa terbentuk? Lubang hitam seukuran bintang
terbentuk ketika sebuah bintang masif (masif di sini maksudnya ia punya
massa 25 kali massa Matahari kita atau lebih). Ketika bintang tersebut
kehabisan bahan bakar untuk menahan tarikan gravitasinya sendiri, maka
bintang masif tersebut akan runtuh ke arah pusatnya. Sebagian dari
materi bintang yang tidak ikut membentuk materi bintang akan terlontar
kembali ke ruang angkasa dalam wujud ledakan bintang yang dinamakan
supernova. Pada akhirnya, lubang hitam yang terbentuk akan memiliki
massa beberapa kali massa Matahari kita.
Selain itu kita juga mengenal lubang hitam supermasif. Dari namanya
kita bisa mengetahui kalau lubang hitam yang satu ini sangat masif,
punya gaya gravitasi yang sangat kuat, dan biasanya hidup di pusat
galaksi. Bagaimana sebuah lubang hitam supermasif bisa terbentuk?
Berbeda dengan lubang hitam yang massanya kecil, pembentukan dan evolusi
lubang hitam supermasif masih menjadi misteri yang terus dicari
jawabannya.
Ada beberapa teori yang dikembangkan untuk menjelaskan pembentukan
lubang hitam supermasif. Salah satunya adalah bahwa lubang hitam
supermasif terbentuk dari lubang hitam generasi awal yang kemudian
bertumbuh menjadi besar setelah melahap bintang dan gas yang ada di
sekelilingnya. Perlu diingat, persediaan materi di daerah pusat galaksi
sangatlah banyak sehingga dapat membantu pertumbuhan lubang hitam yang
terbentuk tersebut. Skenario lainnya, lubang hitam supermasif juga bisa
terbentuk dari penggabungan lubang hitam yang menjadi inti
galaksi-galaksi kecil saat galaksi-galaksi tersebut saling bertabrakan.
Hal ini jamak terjadi di masa lalu alam semesta ketika ukuran alam
semesta lebih kecil dari sekarang dan interaksi antargalaksi lebih
sering terjadi.
Mengamati lubang hitam
Bagaimana kita mengamati keberadaan lubang hitam? Secara definisi lubang hitam tidak memancarkan sinar apa-apa, dan oleh karena seharusnya tidak bisa diamati. Akan tetapi, sebuah lubang hitam juga memiliki gaya gravitasi dan oleh karena itu ia dapat berinteraksi dengan objek-objek di sekitarnya. Astronom banyak mengamati suatu sistem bintang di mana sebuah bintang nampak mengorbit suatu pasangan yang tak terlihat. Bisa jadi ini adalah sebuah lubang hitam, namun bisa jadi pula ini adalah sebuah bintang yang terlalu redup untuk dapat diamati. Di antara sistem-sistem ini, ada juga sistem yang diamati memancarkan radiasi sinar-X, misalnya adalah sistem yang dinamakan Cygnus X-1. Penjelasan terbaik bagi sistem seperti ini adalah: Materi dari bintang yang nampak sedang ditarik oleh pasangan tak nampak. Materi yang jatuh ke pasangan tak nampak itu kemudian bergerak mendekati dalam orbit spiral, semakin mendekat semakin cepat ia bergerak dan akhirnya menjadi panas dan memancarkan sinar-X. Agar mekanisme ini dapat bekerja, ukuran bintang tak nampak ini harus sangat kecil, paling tidak seukuran bintang katai, bintang neutron, atau sebuah lubang hitam. Dari gerak orbit bintang anggota sistem Cygnus X-1 yang tampak, dapat dihitung bahwa massa pasangannya paling tidak adalah 6 kali massa Matahari kita. Massa ini tentunya lebih besar daripada massa maksimal sebuah bintang katai maupun bintang neutron. Oleh karena itu kemungkinan besar Cygnus X-1 adalah sebuah sistem bintang yang beranggotakan sebuah lubang hitam.
Kita sekarang sudah banyak mengamati banyak sistem yang menyerupai Cygnus X-1, dan menemukan bahwa salah satu anggota sistem-sistem ini adalah sebuah lubang hitam.
Lubang hitam tidaklah begitu hitam (black holes ain’t so black): Penguapan lubang hitam
Pada tahun 1988, fisikawan teoritis Stephen Hawking menerbitkan buku fisika populer berjudul A Brief History of Time (diterbitkan di Indonesia pada tahun 1994 oleh Pustaka Utama Grafiti dengan judul Riwayat Sang Kala). Bab 7 buku tersebut berjudul Black Holes ain’t so Black, dan beliau menjelaskan proses radiasi sebuah lubang hitam. Yap, menurut Stephen Hawking, lubang hitam pastilah memancarkan radiasi meskipun sinar tidak dapat lolos dari horison peristiwa sebuah lubang hitam.
Bagaimana radiasi dapat memancar dari lubang hitam? Untuk dapat menjawab ini kita harus mempertimbangkan efek-efek fisika kuantum, yaitu fisika yang menjelaskan proses-proses dalam ranah sub-atomik. Berbeda dengan fisika klasik yang deterministik (kondisi di masa depan dapat ditentukan dengan pasti apabila kita mengetahui seluruh kondisi awal yang ada dengan baik), fisika kuantum sangat probabilistik. Menurut teori kuantum, posisi suatu partikel tidaklah dapat ditentukan. Apa yang dapat kita tentukan adalah kebolehjadian menemukan sebuah partikel pada waktu dan posisi tertentu. Karena sifat probabilistik sebuah partikel ini maka dapat saja terjadi sebuah reaksi di mana, misalnya, sebuah partikel dan antipartikel (misalnya elektron dan positron) bertumbukan di dalam horison peristiwa lalu terciptalah sepasang foton, di mana foton yang satu berada di luar horison peristiwa. Foton ini kemudian akan dapat lolos dari lubang hitam tersebut dan akan kita amati sebagai pancaran radiasi yang kita namakan sebagai Radiasi Hawking.
Energi positif dari radiasi Hawking ini akan diseimbangkan oleh adanya aliran energi negatif yang besarnya sama ke dalam lubang hitam. Berdasarkan persamaan kesetimbangan energi–massa, E = mc2, energi berbanding lurus dengan massa. Oleh karena itu aliran energi negatif berarti mengurangi massa lubang hitam tersebut.
Dengan demikian sebuah lubang hitam mengalami proses penguapan dan perlahan-lahan akan menguap sepenuhnya. Apa yang terjadi ketika massa sebuah lubang hitam sudah demikian kecilnya tidak begitu jelas, namun kemungkinan besar energi terakhir yang ada pada lubang hitam tersebut akan sepenuhnya menghilang dalam wujud ledakan besar yang sebanding dengan ledakan beberapa juta bom hidrogen.
Berapa lama proses penguapan ini berlangsung hingga sebuah lubang hitam menguap sepenuhnya, bergantung pada besarnya massa lubang hitam tersebut. Lamanya waktu evaporasi ini berbanding lurus dengan pangkat tiga dari massa lubang hitam tersebut. Maka dari itu, semakin besar massanya, semakin lama waktu evaporasinya, dan semakin kecil massanya maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk menguap sepenuhnya. Sebuah lubang hitam yang massanya sebesar massa Matahari kita, misalnya, membutuhkan waktu sekitar 21 juta juta juta juta juta juta juta juta juta juta juta tahun (21 diikuti dengan 66 buah nol) untuk menguap sepenuhnya. Ini jauh jauuuuh lebih lama daripada usia alam semesta kita saat ini yaitu 14 milyar tahun. Oleh karena itu lubang hitam bermassa matahari diperkirakan akan terus eksis untuk waktu yang sangat lama, dan begitu juga dengan lubang hitam supermasif.
Di lain sisi, lubang hitam yang massa-nya lebih kecil akan menguap dalam waktu yang lebih singkat. Sebuah lubang hitam kecil dengan massa 1011 kg misalnya, akan membutuhkan waktu 2.7 milyar tahun untuk menguap. Oleh karena itu lubang-lubang hitam yang tercipta pada awal pembentukan alam semesta, yang dinamakan lubang hitam primordial, dapat diamati sekarang dan kita saat sedang berusaha mencari tanda-tanda ledakan lubang hitam yang menguap.
Radiasi Hawking belum dapat dibuktikan keberadaannya karena radiasi ini sangat lemah pancarannya dan instrumen yang ada masih belum peka, namun menurut teori kuantum seharusnya dipancarkan oleh lubang hitam. Kita masih harus memikirkan cara agar dapat membangun instrumen yang dapat mendeteksi keberadaan radiasi Hawking.
* Catatan: Penjelasan di atas berlaku untuk lubang hitam yang tidak bermuatan listrik dan tidak berrotasi. Lubang hitam berrotasi sedikit lebih rumit.
Sumber: http://langitselatan.com/2013/09/23/lubang-hitam/